Pelaku usaha di Indonesia, khususnya sektor makanan dan minuman, kini tengah berpacu dengan waktu. Pasca berlakunya penahapan kewajiban sertifikasi halal (Wajib Halal Oktober 2024), pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) semakin gencar melakukan pengawasan.
Bagi UMKM maupun korporasi, memiliki sertifikat halal bukan lagi sekadar pilihan untuk meningkatkan omset, melainkan syarat mutlak legalitas agar produk tidak ditarik dari peredaran atau terkena sanksi administratif.
Namun, di lapangan, masih banyak pengusaha yang bingung harus mulai dari mana. Apakah harus mengurus sendiri atau menggunakan tenaga profesional?
Pentingnya Memilih Jalur yang Tepat
Proses sertifikasi halal memiliki dua jalur utama: Self Declare (untuk usaha mikro dengan bahan berisiko rendah) dan jalur Reguler (untuk usaha menengah-besar atau produk seperti jasa, skincare, barang gunaan dll). Kesalahan memilih jalur seringkali membuat proses audit macet di tengah jalan.
Bagi pengusaha yang memiliki keterbatasan waktu atau memiliki produk dengan titik kritis yang kompleks (seperti restoran, katering, atau pabrik kosmetik), menggunakan jasa pembuatan sertifikat halal yang profesional sangat disarankan. Konsultan yang berpengalaman dapat membantu membedah alur produksi dan memastikan dokumen Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) tersusun rapi sebelum auditor datang.
Dokumen Apa Saja yang Harus Disiapkan?
Seringkali pengusaha mundur teratur karena membayangkan tumpukan berkas yang rumit. Padahal, syarat sertifikasi halal kini sudah jauh lebih terintegrasi berkat sistem Online Single Submission (OSS) dan di Pelayanan Terpadu Satu Pintu halal ( Website si Halal ).
Secara umum, dokumen dasar yang wajib disiapkan meliputi Nomor Induk Berusaha (NIB) Berbasis Risiko, KTP Penyelia Halal (orang yang bertanggung jawab atas proses halal di perusahaan), daftar bahan baku, dan diagram alur proses produksi. Kunci kelulusan audit sebenarnya terletak pada konsistensi antara dokumen yang didaftarkan dengan praktik di lapangan.
Transparansi Anggaran Sertifikasi
Isu yang paling sensitif tentu saja soal harga. Banyak isu beredar bahwa mengurus halal itu mahal. Faktanya, biaya sertifikasi halal sangat bervariasi tergantung skala usaha dan jalur yang ditempuh.
Untuk jalur Self Declare, pemerintah menyediakan kuota gratis (Sehati) bagi UMK yang memenuhi syarat. Namun untuk jalur Reguler, biayanya mencakup pendaftaran BPJPH, biaya pemeriksaan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan akomodasi auditor.
Alfathu Kabiru Rifa'i, Direktur PT. Halal Legal Indonesia, menjelaskan bahwa investasi biaya halal sejatinya sangat terjangkau jika dibandingkan dengan value yang didapat. "Sertifikat halal membuka pintu masuk ke ritel modern dan pasar ekspor. Tanpa itu, produk hanya akan jago kandang," ujarnya.
Bagi Anda yang ingin memastikan bisnis berjalan aman dan sesuai regulasi, langkah pertama adalah melakukan audit internal atau berkonsultasi dengan ahli. Jangan menunggu teguran datang, segera legalkan kehalalan produk Anda sekarang juga.
